Dimulai dengan peduli, dilakukan dalam aksi

Jakarta mengalami banyak perubahan untuk berpacu dalam era globalisasi di abad ke-21. Pembangunan berkembang pesat, ditandai dengan munculnya berbagai gedung baru di lokasi ekonomi strategis. Pergerakan ekonomi semakin menawarkan kemewahan di beberapa sudut kota. Sesekali lewat minibus warna hijau dan oranye yang melaju kencang dan ganas, meninggalkan asap hitam pekat yang menambah sesak perkotaan ini. Kendaraan roda dua telah memenuhi hampir setiap tempat.

Aldona

Foto bersama anak-anak di komunitas Saung Pustaka Air Depok

Pusat-pusat hiburan mewarnai gemerlap malam kawasan elit, mirip ramainya dengan Times Square di kota New York yang sempat saya nikmati pada liburan musim semi dua tahun lalu. Papan iklan besar menjulang, menyilaukan mata sembari memamerkan produk ternama dunia. Inilah kota metropolitan terbesar di Asia Tenggara, Ibukota negara. Kota yang berpenghuni lebih dari sembilan juta manusia dengan berbagai cerita di dalamnya. Banyak orang yang datang ke kota ini untuk menyambung kehidupan, sekalipun harus tidur di rumah petak berdesak-desakan dengan manusia lainnya. Bahkan tidur dalam sebuah gerobak berjalan. Sorot modernitas dan kemelaratan memang sering terlihat di kota besar ini.

Lahan hijau kini berkurang, penurunan muka tanah terlihat dari gedung perkantoran yang bergeser di daerah Thamrin. Banyak rumah saling berdempetan di bantaran sungai atau pinggiran rel kereta api. Sumber air tanah mengalami instrusi air laut sehingga tidak dapat digunakan sebagai sumber air bersih. Sungai-sungai di kota Jakarta pun berwarna coklat hingga kehitaman dengan bau yang tidak sedap. Belum lagi kemacetan dan permasalahan banjir. “Unplanned City” adalah kota yang tidak terencana, sebutan untuk kota Jakarta ini berasal dari seorang peneliti muda asal Amerika Serikat bernama Braden Bernards yang saya temui dalam presentasi penelitiannya terkait dengan ruang publik di Jakarta beberapa bulan lalu.

Sekarang ini saya memasuki tahun ke tiga bekerja di laboratorium pusat PALYJA, di bawah Departemen Water Quality. Pengalaman yang membawa saya melihat sisi lain dari sebuah kota besar, yaitu kualitas air Jakarta. Pencemaran sumber air oleh bakteri sudah jauh dari ambang batas, konsentrasi zat amonia (NH3) meninggi di musim kemarau. Kadar deterjen dalam air mengalami peningkatan besar pada periode tertentu, sungai-sungai di Jakarta termasuk dalam kategori tercemar sehingga terbukti bahwa lebih dari 50% sumber air Jakarta berasal dari luar kota.

Degradasi lingkungan akibat peningkatan kegiatan manusia berpengaruh terhadap ekosistem di sekitarnya, salah satu dari dampak yang ditimbulkan adalah pencemaran sumber air . Hal ini termasuk karena kurangnya suatu sistem pengolahan air limbah kota,yakni hanya 10% persen yang baru bisa diolah oleh PD PAL Jaya sebagai badan pengelola air limbah kota.

Dalam diskusi yang pernah saya hadiri di simposium pertama Water and Urban Initiative: Sustainable Urban Water Environment pada bulan Maret 2016 lalu, para ahli menjelaskan bahwa tantangan terhadap kualitas air di Indonesia semakin besar, khususnya di kota Jakarta. Simposium ini dihadiri oleh berbagai ahli dari sektor pemerintahan, non-pemerintahan, dan akademisi. Sebagai upaya kerja sama pemerintah Indonesia dengan United Nations University- Institute for Advanced Study of Sustainibility Jepang dalam mengatasi permasalahan perkotaan melalui beberapa contoh kasus dan studi banding, maka tercipta peluang untuk mengembangkan teknologi pengolahan sumber air.

Dalam simposium tersebut, Tjandra Setiadi, guru besar sekaligus kepala Pusat Lingkungan Hidup (PSLH) Institut Teknologi Bandung mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya air yang besar, yakni sebanyak 6 % dari sumber air dunia, sehingga ini dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan teknologi pengolahan air di masa depan. Tjandra menjelaskan hubungan antara ketersediaan dan permintaan air yang belum tercapai merupakan tantangan terbesar bagi Indonesia.

Tantangan serupa juga kini dihadapi oleh perusahaan pengelola air bersih seperti PAM Jaya dan PALYJA. Dua perusahaan ini hanya mampu menyediakan 17.000 liter/detik air bersih dari 26.100 liter/detik yang dibutukan di Jakarta, sehingga kini Jakarta mengalami defisit air bersih sebanyak 9.100 liter/detik. Tantangan tersebut memacu untuk terus melakukan inovasi, salah satunya dengan pengembangan teknologi Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) yang telah dikembangkan PALYJA di Instalasi Air Baku Banjir Kanal.

Berhadapan dengan realita permasalahan Ibukota menyadarkan saya pentingnya kepedulian terhadap tiga pilar utama pembangunan bangsa, yakni  perekonomian, sosial, dan lingkungan. Kualitas sumber daya air mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat dan produktivitas manusia. Ketahanan air di Jakarta yang mengkhawatirkan menjadi motivasi saya untuk menekuni bidang lingkungan hidup, terutama di bidang sumber daya air. Ketersediaan air masa depan ditentukan oleh perilaku manusia pada masa kini, menjaga kualitas sumber daya air Jakarta memerlukan kesadaran dan kepedulian dari berbagai pihak untuk bertindak. Air bersih dapat menjadi barang langka apabila sumbernya semakin dicemari.

Kaum muda memiliki peranan penting sebagai penggerak kepedulian terhadap lingkungan. Keadaan ini mendorong saya untuk bergabung di beberapa komunitas peduli lingkungan untuk mempelajari penanganan yang dapat dilakukan dalam tingkat masyarakat lokal, seperti Komunitas Peduli Ciliwung (Ciliwung River Community) yang berada di beberapa titik di bantaran hulu sampai hilir sungai Ciliwung yang melintasi kota Bogor dan Jakarta. Dalam komunitas ini, generasi muda dapat terlibat langsung dalam kegiatan membersihkan sungai dan mengkampanyekan gerakan sungai bersih di beberapa daerah perkampungan agar masyarakat tidak membuang sampah ke sungai.

Di sela waktu libur, saya juga mengajak beberapa teman untuk mengambil bagian di komunitas Saung Pustaka Air yang dikembangkan oleh relawan-relawan muda di daerah Depok. Saung ini berupa taman baca sekaligus sarana edukasi lingkungan, taman bermain dan tempat kreativitas bagi anak-anak yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung. Dalam komunitas seperti ini, siapapun berkesempatan untuk berbagi ilmu dan pemahaman tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sungai kepada anak-anak. Kepedulian yang ditanamkan kepada anak-anak dapat menjadi awal untuk menciptakan generasi peduli terhadap sumber daya air di sekitar kita.

Kita dapat menanamkan kepedulian terhadap air Jakarta dengan memberikan informasi kepada orang lain. Misalkan saja, saat saya sedang menaiki ojek di Jakarta, terutama ketika sedang melewati salah satu sungai yang baunya sangat menyengat, saya selalu menyempatkan bercerita kepada supir tentang permasalahan pencemaran air di Jakarta. Saya selalu berpesan agar mereka pun peduli terhadap air bersih di rumah dengan selalu menghemat penggunaanya dan melaporkan apabila mengetahui terjadinya pencurian air bersih di Jakarta. Ada beberapa hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk peduli terhadap air Jakarta. Semua aksi tersebut dimulai dari inisiatif dalam mempelajari isu di sekitar kita, yakni ikut dalam berbagai kesempatan diskusi, mengambil bagian dalam kegiatan konservasi dan edukasi sumber daya air, serta mengajak orang-orang terdekat ikut ambil bagian di dalamnya, sehingga kepedulian tersebut selalu menjadi bagian dari kehidupan.

Juara I Lomba Menulis PAM Jaya 2016
Aldonna Purba
Staff Analis laboratorium pusat PALYJA