Jakarta: Langganan Banjir, tapi Krisis Air Bersih

Sebuah studi yang dilakukan oleh PAM Jaya tahun 2007-2008 tentang kebutuhan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta menujukkan pada tahun 2015 kebutuhan air untuk wilayah DKI Jakarta mencapai 26.100 liter/detik. Ini untuk memenuhi standar kelayakan kebutuhan air bersih sebesar 49,6 liter/detik/kapita. Bahkan, pada tahun 2002 UNESCO menetapkan air bersih sebagai hak dasar manusia sebanyak 60 liter/kapita/hari. Sedangkan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menetapkan standar kebutuhan air bersih berdasarkan lokasi wilayah. DKI Jakarta yang diklassifikasi sebagai kota metropolitan standar kebutuhan air bersih adalah 150 liter/kapita/hari.

Celakanuya, dua operator yang mengelola air bersih PAM Jaya yaitu Aetra di wilayah timur dan Palyja di wilayah barat (dibagi berdasarkan aliran Sungai Ciliwung) hanya mempu memproduksi air bersih 17.000 liter/detik. Itu artinya ada defisit sebesar 9.100 liter/detik. Dalam bahasa Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head, PT PAM LYONNAISE JAYA (PALYJA), “Defisitnya itu luar biasa.”  Hal ini disampiakan Meyritha kepada kompasianer dalam acara “Kompasiana Visit PALYJA: Optimasi Instalasi sebagai Solusi Defisit Air Bersih Jakarta“, 3/11-2016 ke IPA 1 Pejompongan dan IPA Taman Kota.

Air Baku

Tentu saja kekhawatiran Meyritha beralasan karena selain produksi yang rendah pasokan air baku (raw material) pun tidak seperti yang diharapkan serta kualias air baku yang kian buruk. Bahkan, IPA Taman Kota pernah berhenti mengolah air baku dari Cengkareng Drain, anak sungai Kali Pesanggrahan, karena kualitas air baku yang buruk seperti kandungan amonium dan deterjen.

Biar pun Jakarta sering banjir baik karena hujan maupun air kiriman melalui sungai dari Jawa Barat, tapi air baku tetap jadi masalah karena air hujan dan air bah tidak bisa ditampung untuk disimpan. Bahkan, dari 13 sungai yang melewati Jakarta hanya air dari 2 sungai, yaitu Kali Krukut dan Sungai Cengkareng Drain, saja yang bisa dipakai sebagai bahan baku untuk diolah jadi air bersih yang memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan pemerintah. Kedua sungai ini menyumbang 5,7 persen.

Lalu, dari mana PAM Jaya mencari air baku untuk memenuhi kebutuhan PALYJA dalam menyediakan air bersih?

palyja4-582e5cc1b59373cb042f5ad5.jpg
palyja4-582e5cc1b59373cb042f5ad5.jpg

Tentu saja sumber air baku dua sungai itu sangat kecil, akibatnya PALYJA tergantung kepada posakan air baku dari luar Jakarta. Kekurangan air baku ini tidak main-main karena sangat besar yaitu 94,3 persen. Air baku ini diperoleh dari Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat, yang lebih dikenal dengan Kali Malang, merupakan sumber terbesar. Sebagai sumber air baku berupa air curah Waduk Jatiluhur memenuhi kebutuhan air baku Palyja sebesar 62,5 persen. Sedangkan sisanya air curah diperoleh dari sumber air berupa air olahan dari IPA Serpong (31 persen) dan air olahan dari IPA Cikokol (0,8 persen). “Kami maklum karena air Waduk Jatiluhur juga untuk keperluan irigasi,” kata Meyritha seakan menghibur diri. Memang, waduk itu menjadi sumber utama pengairan sawah di beberapa kabupaten di Jawa Barat, seperti Bekasi, Karawang, dll.

Meyritha Maryanie (Sumber: kompasiana.com/Gapey Sandy)
Meyritha Maryanie (Sumber: kompasiana.com/Gapey Sandy)

Tapi, air baku dari Jatiluhur dan sumber lain pun tidak semerta memenuhi kebutuhan air baku PALYJA. Dari Jatiluhur, misalnya, sejak tahun 1998 pasokan justru sering terganggu karena faktor-faktor teknis dan nonteknis. Kalimalang yang jadi urat nadi penyaluran air baku dari Jatiluhur merupaka saluran di permukaan tanah yang terbuka. Kondisi ini sangat rentan terhadap berbagai gangguan yang disengaja, misalnya jadi tempat pembuangan sampah, serta bencana alam, seperti tanggul jebol.

Itulah yang disebutkan oleh Budi Susilo, Direktur CSU PALYJA, kebiasaan kita yang selama ini membelakangi sungai sehingga sungai dijadikan sebagai ‘tong sampah’. Untunglah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok, menjalankan program untuk membersihkan kali. Langkah Ahok ini jelas sangat mendukung PALYJA karena kualitas air baku kian bagus.

Namun, PALYJA tidak bisa menunggu air sungai-sungai yang melewati Jakarta memenuhi standar air baku untuk diproses sebagai air bersih. Selain itu kualitas air tanah di Jakarta, terutama di wilayah utara dan barat, tidak lagi layak dikonsumsi karena pencemaran dan intrusi air laut. Bahkan, berbagai studi menunjukkan intrusi air laut sudah masuk ke wilayah Jakarta Pusat. Dengan kondisi ini warga Jakarta menggantungkan kebutuhan akan air bersih kepada PALYJA di belahan barat dan Aetra di belahan timur.

Cakupan layanan PALYJA, yang mencangkan program “Bersama Demi Air“, dialirkan melalui pipa sepanjang 5.400 km. Dari panjang jaringan ini 1.100 km merupakan jaringan pipa baru dan 1.060 km jaringan pipa lama yang direhabilitasi.  Dengan produksi dan jaringan ini akses layana PALYJA mencapai 73,23 persen dengan cakupan layanan 60 persen. Setelah beroperasi selama 18 tahun dengan dana investasi lebih dari Rp 2 triliun PALYJA berhasil menambah jumlah pelanggan dari 201.000 menjadi 404.769 sambungan. Total volume air bersih yang terjual mencapai 160,3 juta meter kubik. Yang paling banyak mendapat akses sambungan air bersih baru adalah masyarakat berpenghasilan rendah yaitu mencapai 451,97 persen dari kondisi sebelum PALYJA beroperasi.

Inovasi Teknologi

Ada lagi kendala yang dihadapi PALYJA yaitu kebocoran air yaitu kebocoran nonfisik atau ilegal berupa pencurian mencapai 9 persen dan kebocoran fisik 30 persen. Terkait dengan pencurian air milik PALYJA menurut Meyritha, sanksi hukum bagi pelaku sangat rendah sehingga tidak ada efek jera. Dari sekian kasus baru satu kasus yang divonis haki PN Jakarta Utara (2015) dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Pelaku menjalankan pengolahan air dengan sumber air dari pipa PALYJA. “Kami selalu ingat masyarakat kalau memakai air curian tentu tidak akan membawa kebaikan,” kata Meyritha. Ya, tentu saja apalagi dipakai untuk keperluan ibadah tentulah tidak pantas karena air itu merupakan hasil pencurian.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Jakarta PALYJA pun menempuh langkah yang pas yaitu inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi air bersih di instalasi pengolahan air yang ada. PALYJA sendiri mengoperasikan 4 pengolahan air, dua penampungan air bersih, dan satu pengolahan air sungai.

Pengolahan air  jadi air bersih dilakukan di Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Pejompongan dengan kapasitas 2.000 liter/detik, IPA 2 Pejompongan 3.600 liter/detik, IPA Cilandak 400 liter/detik, dan IPA Taman Kota 150 liter/detik. Sedangkan tempat penampungan air bersih sementara yang berasal dari PDAM Tangerang di Distribution Central Reservoir (DCR) 4 kapasitas 2.000 liter/detik dan DCR 5 1.000 liter/detik. Tempat pengolahan air sungai dari Kanal Banjir Barat 550 liter/detik.

Inovasi teknologi tsb. merupakan solusi yang dilakukan oleh PALYJA. Inovasi merupakan bagian dari 4 nilai yang menjadi filosofis PALYJA (Responsible, Caring, Thrustworthy, Innovative). Inovasi teknologi ini merupakan satu-satunya solusi untuk mengurangi defisit air bersih di Jakarta. Solusi ini dijalankan di IPA Taman Kota di kompleks Taman Kota, Jakarta Barat.

IPA Taman Kota pernah diberhentikan operasinya pada tahun 2007 karena kondisi air baku yang tidak layak, seperti anomium yang tinggi dan lokasi yang hanya berjarak 5 km dari pantai. “Waktu itu kadar amonium mencapai 8 ppm,” kata Emma Nedi, Production Department Head PALYJA.  Soal kadar amonium ini dalam air baku, maka produk PALYJA sangat baik. SK Gubernur DKI Jakarta No 582/1995 menetapkan kadar amonium air baku maksimal 1ppm. Padahal, Permenkes No 492/2010 menetapkan kadar amonium dalam air bersih 1 ppm.

Buih deterjen di IPA Taman Kota (Sumber: okezone.com)
Buih deterjen di IPA Taman Kota (Sumber: okezone.com)

Pengoperasian IPA Taman Kota dimulai lagi tahun 2012 berkat penggunaan teknologi biofiltrasi. Biofiltrasi adalah teknologi yang dikembangkan oleh PALYJA dengan dukungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang disuversisi dan konsultan SUEZ melalui Pusat Penelitian International Suez Environeement (CIRSEE). SUEZ adalah induk perusahaan PALYJA. IPA Taman Kota menyumbang air bersih 150 liter/detik. Dengan penggunaan teknologi ini dalam pengolah air bersih dengan air baku tawar, maka PALYJA merupakan operator air bersih pertama di Indonesia yang memakai teknologi biofiltrasi dalam proses produksi air bersih.

Sampah dan Air Laut

Kepada berapa kompasianer yang menunggu giliran blusukan di ruang kerja Vita Chandara Dewi, Kepala IPA Taman Kota, menejelaskan pengolah air baku di instalasi yang dipimpinnya melalui berbagai tahap mulai dari pengendapan lumpur, menghilangkan kadar deterjen, logam, amonium, dst. “Semua proses merupakan upaya untuk me-revome polutan dalam air baku,” kata Vita.

Teknologi biofiltrasi adalah proses mereduksi kadar amonium dalam air baku dengan memakai mikroorganisme alamiah. Dengan cara ini pemakaian bahan kimia,  seperti chlorine, bisa dikurangi. Mikroorganisme yang dipakai di IPA Taman Kota hanya bisa hidup di air tawar dengan kadar oksigen yang baik. “Dalam prosesnya udara disuntikkan ke air agar kadar oksigen bisa menghidupi mikroorganisme,” kata Febry Yuarsa, Bagian Utilitis IPA Taman Kota yang memandu kompasianer blusukan ke instalasi.

Oksigen kian penting karena sering terjadi kadar deterjen dalam air baku sangat tinggi sehingga buih deterjen membubung ke udara, “Kadang-kadang masuk ke rumah warga,” ujar Febry, sambil memeragakan tinggi buih di bak pengolahan air.

Intake air baku ke IPA Taman Kota (Sumber: kompasiana.com/Gapey Sandy)
Intake air baku ke IPA Taman Kota (Sumber: kompasiana.com/Gapey Sandy)

Air baku untuk diolah IPA Taman Kota diambil dari sungai Cengkareng Drain dengan jarak pintu air (intake) dari instalasi sejauh 1,5 km. Air baku dari sungai didorong denga tiga pompa di intake. “Musuhnya, ya, sampah rumah tangga sampai kasur,” kata Febry. Di intake memang ada saringan, tapi kalau banjir sampah masuk ke pintu intake. Selain itu air laut pun bisa masuk sehingga terdorong ke bak penampungan yang memproses air dengan mikroorganisme. Tentu saja hal ini akan merusak sistem karena mikroorganisme akan mati jika ada air laut.

Untuk mengatasi hal itu PALYJA mengembangkan Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer untuk mendeteksi air laut di intake. Dengan sistem ini begitu terdeteksi air laut ada di intake, maka operator akan segera melakukan tindakan untuk mencegah air laut tidak dipompa ke bak penampungan di instalasi.

Penerapkan teknologi biofiltrasi menjadi langkah maju PALYJA dalam menguransi defisit air bersih di Jakarta. Brabo PALYJA!

Lebih Dekat dengan PALYJA

PT PAM LYONNAISE JAYA yang disingkat PALYJA adalah perusahaan swasta yang dibentuk berdasarkan persetujuan kerjasama antara PAM Jaya (operator air bersih Jakarta) dengan SUEZ Environnement pada tahun 1997 untuk pelayanan wilayah barat Jakarta dengan patoksan Sungai Ciliwung. Pola kerjasama adalah pendelegasian pengelolan air bersih dari PAM Jaya ke PALYJA selama 25 tahun. Kerjasama meliputi produksi, distribusi, layanan pelanggan, perawatan, rejabilitasi dan investasi. Semua utilitas yang dipakai selama masa operasi kerjasama akan dikembalikan ke PAM Jaya ketika persetujuan kerjasama berakhir. ***

sumber: http://www.kompasiana.com/infokespro/jakarta-langganan-banjir-tapi-krisis-air-bersih_582e63e022afbda404d894e5

leave comment