Perum Perindo Andalkan Jaringan Air Perpipaan untuk Kebutuhan Air Bersih

Jakarta, www.tempo.co – Sejak 1984 beroperasi, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, di bawah pengelolaan Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) cabang Jakarta telah banyak melayani perusahaan penangkapan ikan dan pengolahan hasil laut.

General Manager Perum Perindo Cabang Jakarta, Eko Hadriyadi Usodo, mengungkapkan, kapal yang berlabuh di dermaga ini membutuhkan air bersih untuk bekal pelayaran selama minimal 3 bulan. “Sedangkan kebutuhan air bersih dari pabrik pengolahan ikan digunakan untuk proses produksi menjadi makanan kaleng,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini kapal bersandar sebanyak 10-20 kapal per-harinya. Kebutuhan air bersih untuk berlayar di laut selama 3 bulan adalah 300 ton atau 300 meter kubik setiap kapalnya. Ada hitungan tersendiri dalam pelabuhan, dimana 1 ton adalah 1 meter kubik. Namun ketika berlabuh, kebutuhan air bersih untuk MCK hanya sekitar 5-6 ton atau 5-6 meter kubik per hari setiap kapalnya.

Dulu sebelum ada air perpipaan, awak kapal membeli air bersih dari gerobak keliling seharga Rp 30 ribu untuk 100 liter air. Saat ini, setelah air perpipaan sudah bisa disuplai oleh PALYJA, dengan Rp 30 ribu awak kapal dapat membeli 3061,23 liter air, jelasnya. ”Harga PALYJA lebih murah 30 kali lipat dari harga gerobak keliling,” kata Eko.

Sementara itu, Eko melanjutkan, untuk kebutuhan industri pengolahan ikan Perum Perindo mencatat 234 pabrik pengolahan ikan membutuhkan 53.000 meter kubik sampai 54.000 meter kubik perbulannya. “Perharinya mencapai 2.000 meter kubik,” ucapnya.

Sumber air bersih di kawasan ini mengandalkan seluruhnya pada pasokan air perpipaan dari PALYJA dengan kontrak perharinya sebesar 4.000 meter kubik. Perum Perikanan Indonesia Cabang Jakarta memiliki lahan darat seluas 76 hektare dan luas kolam untuk bersandar kapal seluas 40 hektare dengan kedalaman kolam antara 4,5 meter sampai 7,5 meter.

Ada trend peningkatan konsumsi air bersih dari jaringan perpipaan dalam 5 tahun terakhir ini. Pada semester kedua 2018 ini, konsumsi air bersih naik 55 persen, dengan Non-Revenue Water (NRW) di bawah 1,6 persen. NRW adalah selisih jumlah air yang masuk ke dalam sistem dengan air yang tercetak pada rekening. Sebelum tahun 2015 sempat marak terjadi pencurian air perpipaan, sehingga NRW mencapai 45 persen. Ini lebih disebabkan adanya intrusi air laut yang menyebabkan pergerakan air asin ke lapisan bawah tanah atau akuifer air tawar mempengaruhi penduduk di sekitar pelabuhan untuk memperoleh air bersih.

Eko memaparkan pada saat itu kontrak perhari 1.200 meter kubik perhari dengan pelanggan tidak dapat terpenuhi, karena jaringan instalasi PALYA ke dalam kawasan Perum Perindo mengalami kebocoran akibat pencurian tersebut. “Kami mengganti pipa besi dengan pipa High Density Polyethylene (HDPE) dengan mainhole di tengah jalan, jadi tidak ada yang berani membongkar dan mengambil airnya,“ katanya

sumber: https://nasional.tempo.co/read/1146683/perum-perindo-andalkan-jaringan-air-perpipaan-untuk-kebutuhan-air-bersih/full&view=ok